Selasa, 12 Januari 2010

Penegakan Hukum Versus Mafia Hukum


Reformasi 1998 merupakan titik perubahan dalam Sejarah Indonesia setelah zaman Kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru. Harapan baru menyeruak ke permukaan seiring Lengsernya Soeharto sebagai Presiden RI selama 32 tahun.

Semangat reformasi dengan jargon utama bebas dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) diiringi berbagai gerakan demonstrasi mahasiswa beserta elemen-elemen masyarakat mampu menumbangkan rezim kekuasaan Soeharto. Muncul harapan adanya pemberantasan KKN dan penegakan hukum.

Perubahan politik, sosial dan ekonomi di Indonesia sejak pengunduran diri Soeharto sampai Pemilihan Umum 1999, dengan Habibie sebagai presidennya, membuka kebebasan dengan pembaharuan serta berbagai ekspresi masyarakat disuarakan secara bebas tentang berbagai masalah demokrasi.

Pasca Soeharto muncul keinginan kuat untuk membentuk pemerintahan yang demokratis lewat pemilu, menghabisi KKN serta menyudahi kekuasaan negara yabg nebyebggarakan. Penegakan hukum banyak dibicarakan oleh khalayak ramai dalam lokasi yang luas.

Penegakan hukum sangat erat kaitan dengan reformasi dalam bidang hukum. Reformasi dalam bidang hukum berupaya membangun desain kelembagaan negara yang demokratis, yaitu dalam kerangka dan struktur organisasi formal yang terjalin kerjasama antara berbagai pranata politik dengan menumbuhkan keterbukaan dan akuntabilitas normatif dalam pengambilan keputusan sebagai upaya meningkatkan kapasitasnya sebagai sarana penyelesaian konflik.

Reformasi hukum berjalan tidak hanya sekedar pembaharuan perundang-undangan, tetapi juga asumsi atau pendapat dasar dari tujuan lembaga hukum. Perlu terjadi asumsi dasar hukum yang semula berdasarkan diskriminatif dan ketidakmerataan sosial menjadi dengan ide-ide persamaan di muka hukum dan keadilan sosial.

Upaya reformasi hukum menuju hukum yang tidak diskriminatis dan keadilan sosial berada dalam realitas pertarungan tiga kelompok utama. Pertama, kelompok reformis yang konsisten memperjuang kesamaan dan keadilan sosial dalam pemberlakuan hukum di negara Indonesi.

Kedua, kelompok lama yang awalnya menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kekuasan Orde Baru. Golongan ini berupaya mengadaptasi sistem yang baru, namun terus menggerogoti proses demokrasi. Kelompok lama ini masih mempunyai pengaruh yang besar di Indonesia.

Ketiga, kelompok yang berupaya meniadakan kelompok lain demi mencapai kepentingan mereka sendiri. Kelompok ini menyakini bahwa nilai merekalah yang unggul dbandingkan yang lain dan pihak luar dianggap musuh yang perlu ditiadakan. Akibat muncul kekerasan horisontal.

Reformasi di bidang hukum tidak hanya sekedar berubah perundang-perundangan, bahkan tidak terjadi reformasi apabila perubahan itu sifat diskriminatis atau tidak berasas keadilan sosial. Undang - undang Ketenakerjaan no 25 tahun 1997 yang mulai diberlakukan 1 Oktober 2002 dengan Perpu No 3 tahun 2000 yang ditetapkan sebagai UU no 28 2002, namun belum genap tiga bulan UU tersebut dicabut pada tanggal 23 Maret 2003 yang kemudian diundangkan UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menggantikan UU no. 25 tahun 1997.

Pergantian UU ini tidak lepas dari tarik menarik kepentingan antara tenaga kerja dengan kepentingan para pengusaha. Para pengusaha ini konon katanya diperjuangkan oleh mereka yang disebut sebagai "politisi busuk". UU no. 13 tahun 2003 sangat memihak pada kepentingan pengusaha.

Dalam kontek pertarungan di atas dalam upaya penegakan hukum muncul apa yang dinamakan Mafia Hukum. Mafia Hukum dalam dikatakan sebagai suatu proses pembentukan perundangan atau peraturan perundangan yang bernuansakan politik sempit dengan berorientasikan pada kepentingan kelompok tertentu.

Mafia Hukum dengan makna di atas mempunyai ranah yang luas. Berbagai penyimpangan dalam penegakan hukum, baik itu dilakukan oleh pembuat undang-undang maupun oleh pelaksana penegak hukum, dalam digolongkan sebagai Mafia Hukum.

Dari istilah Mafia Hukum muncul istilah Mafia Peradilan yang lebih mengarah pada praktek dalam penegakan hukum oleh lembaga-lembaga penegakan hukum yang merubah orientasi "hukum dan keadilan" menjadikan hukum sebagai suatu komoditas yang dapat diperdagangkan.

Istilah Mafia Hukum dan Mafia Peradilan memunculkan pelaku yang disebut Makelar Kasus (Markus). Demikian asal-usul munculnya Makelar Kasus yang menjadi bagian dari Mafia Hukum dan Mafia Peradilan.

Artalyta Suryani merupakan "tokoh mafia hukum" yang menjadi Markus dengan menyuap Jaksa Urip Trigunawan untuk meloloskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indoneisai, yaitu Syamsul Nursalim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar